Kabupaten Magelang

Kabupaten Magelang sebagai suatu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah terletak diantara beberapa kabupaten dan kota, yaitu di sebelah utara: Kabupaten Temangung dan Kabupaten Semarang, di sebelah Timur: Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali, di sebelah selatan: Kabupaten Purworejo dan Provinsi DIY, sebelah barat: Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo, di tengah: Kota Magelang. Letaknya antara 110 001 ’51 ” dan 110 026 ’13 ” Bujur Timur dan antara 7019 ’13 ” dan 7 042 ’16 ” Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Magelang sekitar 108.573 ha atau sekitar 3,34 persen dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Kabupaten Magelang dibagi menjadi 21 kecamatan dan terdiri dari 372 desa/kelurahan.

Wilayah Kebupaten Magelang secara umum morfologinya merupakan dataran tinggi yang berbentuk ‘basin’ (cekungan) dengan dikelilingi gunung-gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing) dan pegunungan Menoreh. Dua sungai besar mengalir di tengahnya, Sungai Progo dan Sungai Elo, dengan beberapa cabang anak sungai yang bermata air di lereng gunung-gunung tersebut.

Topografi datar 8.599 Ha, bergelombang 44.784 Ha, curam 41.037 Ha dan sangat curam 14.155 Ha. Ketinggian wilayah antara 153-3.065 m diatas permukaan laut. Ketinggian rata-rata 360 m diatas permukaan laut.

SEJARAH PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

Sejak Magelang ditetapkan sebagai Kadipaten pada tahun 1813 oleh Pemerintah Inggris sampai sekarang telah dipimpin 20 orang Bupati yaitu : 

  1. R. A Danoeningrat I ( 1813 – 1826 )
  2. R. A. A. Danoeningrat II ( 1826 – 1862 )
  3. R. T. Danoeningrat III ( 1862 – 1878 )
  4. R. A. Danoekoesoemo ( 1878 – 1908 )
  5. R. A. A. Danoe Soegondo ( 1908 – 1935 )
  6. Sosrodiprojo ( 1935 – 1945 )
  7. Said Prawirosastro ( 1945 – 1946 )
  8. R. Joedodibroto ( 1946 – 1954 )
  9. M. Ng. Arwoko ( 1954 – 1957 )
  10. a. Muchamad ( Bupati ) ( 1957 – 1958 )
    b. Soegengsomodilogo ( Kepala Daerah )
  11. a. Soetedjo ( Bupati ) ( 1958 – 1960 )
    b. Soegengsomodilogo ( Kepala Daerah )
  12. Drs. Adnan Widodo (1960 – 1967 )
  13. Drs. H. Achmad ( 1967 – 1979 )
  14. Drh. Soepardi ( 1979 – 1983 )
  15. Drs. Al. Soelistiya ( PJ. 1983 – 1984 )
  16. M. Solikin ( 1984 – 1994 )
  17. Kardi ( 1994 – 1999 )
  18. Drs. H. Hasyim Afandi ( 1999 – 2004 )
  19. Ir. H. Singgih Sanyoto ( 2004 – 2014 )
  20. Zaenal Arifin, S.I.P. ( Januari 2014 – Sekarang ).

SEJARAH PERPINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN

1. Sebelum kemerdekaan kedudukan Pemerintah Kabupaten Magelang berada di ibu kota Kabupaten Magelang yaitu Kota Magelang.
2. UU No.22 Tahun 1948, menegaskan bahwa ibu kota Kab. Magelang adalah Kota Magelang.
3. Selama Revolusi Kemerdekaan berlangsung, kedudukan Pemerintah Kabupaten berpindah-pindah dari tempat pengungsian satu, ketempat pengungsian lain.
Berturut-turut Kantor Bupati Magelang pindah dari Kota Magelang ke Dusun Clebung, Desa Soronalan, Kec. Sawangan, kemudian berpindah ke Dusun Manggoran, Kec. Mertoyudan, kemudian berpindah di wilayah Kecamatan Mungkid, di Desa Bojong. Saat mendekati akhir masa Revolusi Kantor Bupati berpindah di wilayah Kecamatan Muntilan di Desa Jumbleng, Setelah keadaan aman kembali lagi ke Kota Magelang.
4. Berdasarkan Undang-undang No .13 Tahun 1950 Kota Magelang diberi hak untuk mengatur Rumah Tangga sendiri. Dengan demikian di Kota Magelang berpusat empat ( 4 ) Badan Pemerintahan yang memiliki fungsi yang berbeda, yaitu: Pemerintah Kota Magelang, Pemerintah Kabupaten Magelang, Kantor Karesidenan kedu, dan Akademi Militer. Karena fakta-fakta tersebut maka masalah kepadatan Kota Magelang tidak terhindarkan. Disisi lain sesuai dengan perkembangan jaman, tuntutan terhadap pelayanan pemerintah dan pembangunan semakin meningkat maka muncul gagasan untuk memindahkan ibu kota kabupaten. Gagasan tersebut menguat dengan pengarahan Gubernur Jawa Tengah tanggal 7 Februari 1979, No: OP.140/1979 perihal : Pemindahan ibukota Kab. Dati II Magelang.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sejak bulan Juli 1979, saat itu Bupati Magelang dijabat oleh Drh. Soepardi diadakan kerjasama dengan Universitas Diponegoro Semarang, untuk mengadakan survey lokasi ibukota Kabupaten yang menghasilkan alternatif ibu kota kabupaten, yaitu : Kecamatan Mungkid, Muntilan, Mertoyudan, Secang. Hasil survey tersebut dikuatkan oleh survey ulang yang dilaksanakan oleh Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri berdasarkan Surat No: 135/3492/PUOD, tentang Persetujuan Lokasi Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang.

Selanjutnya pemindahan ibu kota kabupaten ke Kota Mungkid ditetapkan berdasarkan PP No : 21 tahun 1982 Tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Magelang dari Wilayah Kotamadya magelang ke Kecamatan Mungkid Di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Magelang tanggal 4 Agustus 1982, yang menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Magelang berkedudukan di Kota Mungkid. Kota Baru yang dibentuk di wilayah Kecamatan Mungkid, dan Mertoyudan yang terdiri atas Desa Mendut, Sawitan dan Deyangan.

Sejak diterbitkannya PP No 21 Tahun 1982, maka diadakan persiapan fisik maupun administrasi. Persiapan fisik dilaksanakan dengan membangun diatas tanah seluas 8,08 ha, yang meliputi pembangunan Pendopo, Kantor Sekretariat, Gedung DPRD, Gudang, Garasi, Kantor Dinas Otonom dan Dinas Non Otonom.

Komplek Kantor Pemerintahan Kabupaten Magelang diresmikan penggunaannya oleh PJ Bupati Magelang Drs. AL Soelistiya dan Ketua DPRD Faishal Soenarto pada tanggal 23 Februari 1984. Pada waktu itu juga dibangun sarana air minum, Gedung SMP dan SMA, Lapangan Drh. Soepardi, Pelebaran jalan Karet-Sawitan dan pembangunan Masjid An Noor.

Kota Mungkid diresmikan sebagai ibukota Kabupaten Magelang pada tanggal 22 Maret 1984 oleh Gubernur Jawa Tengah M Ismail, An. Menteri Dalam Negeri pada Prasasti peresmian Kota Mungkid, berada di halaman Kantor Pemerintah Kab. Magelang, dan setiap tahun pada tanggal 22 Maret diperingati sebagai hari jadi Kota Mungkid.

c. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Magelang tahun 2014 adalah sebanyak 1.233.700 jiwa dan kemudian meningkat menjadi 1.245.500 jiwa pada tahun 2015 dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 624.970 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 620.520 jiwa.

d. Ketenagakerjaan

Pada tahun 2014 Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas (usia angkatan kerja) di Kabupaten Magelang ada sebanyak 668.142 jiwa dan pada tahun 2015 jumlah tersebut menurun menjadi 657.666 jiwa. Untuk upah minimun yang diterapkan di Kabupaten Magelang pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 1.255.000,00 dan kemudian menglami kenaikan pada tahun 2016 menjadi Rp. 1.410.000,00.

e. Pendidikan

Di Kabupaten Magelang, pada tahun 2015 terdapat 605 Sekolah Dasar dan 310 Madrasah Ibtidaiyah. Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertam ada sebanyak 141 dan 71 Madrasah Tsanawiyah. Untuk tingkat Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan ada sebanyak 80, sedangkan untuk Madrasah Aliyah ada sebanyak 18 sekolah.

Keunggulan Kabupaten Magelang

a. Sektor Pertanian dan Perkebunan

a) Sektor Pertanian

Kabupaten Magelang sesuai dengan agroklimatnya mampu menghasilkan komoditas pertanian yang secara kualitas dan kuantitas sesuai permintaan pasar. Beberapa komoditas pertanian unggulan diantaranya, padi, palawija, sayuran, tanaman obat dan tanaman hias. Komoditas tersebut tersaji pada tabel berikut ini :

b) Sektor Perkebunan

Selain komoditas unggulan pertanian, Kabupaten Magelang juga memiliki potensi unggulan di sektor perkebunan. Komoditas unggulan perkebunan tersaji pada tabel berikut ini :

c) Sektor Kehutanan

Sektor kehutanan di Kabupaten Magelang di Kabupaten Magelang merupakan salah satu potensi ekonomi dan juga mengurangi dampak bahaya bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten Magelang seperti bencana erosi. Komoditas unggulan kehutanan yaitu berupa kayu-kayuan seperti sengon, mahoni dan suren.

Tabel 3. Potensi Produksi Komoditas Kehutanan tahun 2013 No. Komoditas Potensi Produksi

Lokasi

1 Sengon 0,11 – 0,16 Kajoran, Kaliangkrik, Windusari, Grabag, Candimulyo 2 Mahoni 0,05 – 0,16 3 Suren 0,05 – 0,16

b. Peternakan dan Perikanan

1) Potensi Peternakan

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut baik berupa produk maupun jasa. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.

Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi potong, sapi perah, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti kambing, domba, ayam, kelinci, itik dll. Sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang sangat berpotensi untuk pengembangan peternakan baik ternak besar maupun kecil . Hal ini didukung oleh kondisi iklim yang bersifat tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan temperatur udara 20˚ C - 27˚ C, curah hujan yang cukup tinggi. Ketersediaan air didukung dengan adanya Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dan DAS Bogowonto sehingga kaya akan mata air dan sungai.

Terdapat 10 sungai besar/sedang dengan jumlah debit maksimum 2.314 m3 /detik pada musim penghujan dan minimum 110,3/detik pada musim kemarau, serta 55 mata air dengan jumlah debit 9.509 liter/detik.

Sapi potong kereman maupun sapi potong bibit dan itik magelang dengan ciri khas seperti terdapat kalung putih menjadi komoditas unggulan dari Kabupaten Magelang. Keunggulan peternakan didukung adanya dua pasar hewan yang besar, yaitu pasar Legi Grabag, dan Pasar Pahing-Kliwon Muntilan. Daya tampung masing-masing pasar tersebut berkisar antara 500 sampai dengan 1.000 ekor ternak besar (antara lain : sapi potong, sapi perah dan kerbau) selain itu juga menampung ternak kecil (antara lain : kambing, domba). Dukungan pasca panen berupa 2 Rumah Potong Hewan (RPH) yaitu RPH Grabag dan RPH Muntilan.

Ternak yang diperdagangkan pada PSH Grabag dan PSH Muntilan berasal dari kantong perbibitan ternak sapi yaitu Kec. Sawangan, Kec. Candimulyo, Kec. Tegalrejo dan Kec. Grabag, sedangkan ternak hasil penggemukan berasal dari Kecamatan Dukun, Ngablak dan Pakis, ternak sapi perah berasal dari Kec. Ngablak, ternak kecil Kambing/domba banyak berasal dari Kec. Mertoyudan, Kec. Bandongan, Kec. Tempuran, Kec. Borobudur, Kec. Kajoran dan Kec. Salam serta dari wilayah kabupaten Temanggung, Salatiga, dan dari Provinsi DIY.

Itik Magelang atau yang sebelumnya dikenal dengan itik kalung merupakan jenis itik asal Jawa Tengah yang cukup dikenal. Itik ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan itik lainnya, maka itik tersebut telah tersebar di 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang. Keunggulan lainnya adalah mempunyai bentuk tubuh besar dengan bobot badan yang lebih berat, sehingga afkirannya lebih laku sebagai itik potong dan produksi telur yang tinggi. Secara spesifik itik Magelang ditandai dengan adanya lingkaran putih seolah-olah memakai kalung dan produksi telurnya tinggi.

Selain kedua jenis ternak yang merupakan unggulan di Kabupaten Magelang tersebut. Ternak kambing/domba, dan unggas lainnya seperti ayam ras, ayam ras, kelinci juga dikembangkan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Magelang.

2) Potensi Perikanan

Letak geografis Kabupaten Magelang yang berada di Tengah pulau Jawa menyebabkan potensi perikanan yang ada hanya perikanan air tawar karena Kabupaten Magelang tidak memiliki wilayah pantai yang berbatasan dengan laut. Kondisi topografis yang berbukit-bukit memberi keuntungan tersendiri bagi usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap di perairan umum.

Keadaan yang demikian menjadikan sumber air tawar melimpah dan hampir ada disetiap kecamatan di Kabupaten Magelang.

Kabupaten Magelang terdiri dari 21 kecamatan. Seluruh kecamatan tersebut berpotensi bagi pengembangan sektor perikanan. Potensi lahan usaha perikanan di Kabupaten Magelang seluas 3.073 ha yang terdiri dari lahan budidaya kolam seluas 264,7 ha dan sawah (minapadi) seluas 2.808,3 ha.

Sedangkan perairan umum seluas 479 ha. Sampai dengan saat ini Kabupaten Magelang dikenal sebagai salah satu produsen benih ikan air tawar besar di Jawa Tengah, didukung dengan keberadaan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan Balai Benih Ikan (BBI) milik Pemerintah Daerah. Pada tahun 2013 mampu memprodusi 1.014.517.500 ekor benih ikan yang terdiri dari ikan Mas, Nila, Tawes, Lele, Gurame, Bawal, Patin dan jenis ikan-ikan lainnya.

c. Penghargaan yang diterima Kabupaten Magelang

Pada tahun 2015 Kabupaten Magelang menerima penghargaan dari Presiden Republik Indonesia sebagai Kabupaten Layak Anak dengan predikat Penghargaan Nindya bersama 5 Kab/Kota lainya di Jawa Tengah seperti Kab. Rembang, Kota Magelang, Kab.Klaten, Pekalongan dan Brebes , pada puncak acara Peringatan Hari Anak Nasional 2015.

Pariwsata Kabupaten Magelang

a. Candi Borobudur

Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganutagama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.

Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panelrelief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud).

Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan, tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.

b. Candi Mendut

Candi Mendut bagi umat Budha mempunyai makna tersendiri. Keberadaan tiga buah arca Budha yang berukuran besar di candi ini memiliki keindahan yang sangat tinggi baik dalam bentuk fisik mau pun sebagai karya seni. Ketiga arca Budha yang berada di bilik candi ini dianggap masih memancarkan sinar kesucian. Sehingga di kalangan umat Budha candi ini menjadi tempat berdoa yang mujarab. Tidak saja umat Budha dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

Bangunan candi Mendut berdiri di atas ‘basement’ (dasar candi) setinggi 3,70 meter sehingga tampak anggun, kokoh dan berwibawa. Ukuran dasar candi 13,70 meter x 13,70 meter. Jumlah tataran naik candi ada 14 trap, menghadap ke barat laut. Arah hadap ini tidak lazim untuk candi-candi di Jawa Tengah. Karena pada umumnya candi-candi di Jawa Tengah menghadap ke timur. Di atas basement ada lorong yang mengelilingi badan candi selebar 2,48 meter. Bagian atap candi terdiri tiga tingkat dengan hiasan stupa-stupa kecil berjumlah 48 buah. Dari gambar rekonstruksi, di candi ini semula ada puncak candi. Namun sayang, bagian puncak candi yang indah itu sampai kini belum berhasil direkonstruksi. Batu batu bangunan dan ornamen candi yang belum bisa disusun kembali kini tertata rapi di pelataran candi sebelah utara. Kini tinggi bangunan candi ini 26,50 meter.

Candi yang berlokasi di Kelurahan Mendut kawasan Kota Mungkid ini kirakira 3 kilometer di sebelah timur candi Borobudur. Sampai kini tidak diketahui dengan pasti, kapan candi ini dibangun. Drs. Soediman dalam buku panduan berbahasa Inggeris, ‘Chandi Mendut. Its relationship with Pawon and Borobudur’ menuliskan, dalam desertasi ahli purbakala Belanda, J.G. de Casparis menghubungkan candi ini dengan Raja dari wangsa Syailendra, Indra. Dalam prasasti Karangtengah yang berangka tahun 824 M pada masa pemerintahan Raja Samaratungga menyebutkan bahwa Raja Indra, ayahanda Raja Samaratungga, telah mendirikan bangunan suci bernama ‘Venuvana’, yang bermakna hutan bambu. Dan menurut Bhiku Sri Pannyavaro Mahathera dalam narasi di film video dokumenter “Permata yang terlupakan, candi-candi Budhis di Jawa” menyebutkan, nama asli candi ini adalah ‘Venuvana Mandira’, yang berarti istana di tengah hutan bambu.

Ketika ditemukan kembali pada tahun 1834, candi ini tertutup tanah dan semak belukar. Seperti halnya Candi Borobudur, candi ini diperkirakan juga menjadi korban mahapralaya letusan dahsyat Gunung Merapi tahun 1006 M. Sehingga rusak porak poranda tertimpa material vulkanis Merapi. Dan selama berabad-abad candi ini ‘tenggelam’ ditelan jaman, seiring dengan perpindahan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. 

c. Candi Pawon

Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi Mendut ke arah barat. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli epigrafiJ.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa “awu” yang berarti “abu”, mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi Pawon dipugar tahun 1903.

Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dankinara-kinari (mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).

Perizinan dan Pembiayaan

Untuk masalah pengurusan perizinan Kabupaten Magelang dapat diurus dikantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinana Terpadu Kabupaten Magelang yang beralamatkan di Jln Soekarno-Hatta, Telp (0293)-788249 Email = bpmppt@magelangkab.go.id.

Peluang Investasi

a. Pertambngan Batu Marmer di Kabupaten Magelang

b. Background

Saat ini, permintaan terhadap bahan-bahan baku bangunan sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena kebutuhan perumahan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun dan semakin gencarnya proyek pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan Pemerintah maupun swasta. Begitu pula dengan kebutuhan batu marmer yang memiliki banyak produk turunan seperti produk lantai rumah/bangunan, dinding rumah, hiasan, furniture dan lain sebagainya. Marmer banyak disukai karena karakteristiknya yang kuat, awet dan unik. Perusahaanperusahaan yang memproduksi produk-produk dari bahan batu marmer membutuhkan pasokan bahan baku yang kontinyu dan bersifat jangka panjang.

Project Scope

Pertambangan batu marmer

Location

Bahan galian berupa batu marmer merah yang terletak di bukit/gunung menoreh di Desa Ngargoreto, Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang dengan deposit kurang lebih 340.000 m3, saat ini yang baru diolah sekitar 18 Ha oleh PT Margola. Masyarakat sekitar lokasi sangat mendukung kegiatan pertambangan karena lahan yang tersedia kurang potensial untuk kegiatan pertanian, selain itu juga dapat menyerap banyak tenaga kerja.

Financial Aspect

Perkiraan nilai investasi: Rp 10 Milyar Investment Scheme 100% Private Investment

Contact Person

Drs. Arif Sunaryo
Head of Investment Division
Board of Investment and Integrated Licensing Service (BPMPPT Kabupaten Magelang)
Jl. Soekarno Hatta No. 20 Kota Mungkid
Telp/Fax: +62293 788249 / +62293 789549
Mobile: +6281328724455
Email: bpmpptkabmagelang@yahoo.com
www.magelangkab.go.id


sumber :

Letak Geografis