Vihara Buddhagaya Watugong

Vihara Buddhagaya Watugong merupakan Objek wisata religi yang bernuansa film Sun Go Kong si Raja Kera yang sangat lincah dan nakal dan para dewanya sangat kental di area obyek wisata satu ini, dari detail ornamen, patung, sampai dengan taman pun seakan kita tidak sedang berada di kawasan indonesia. Vihara Buddhagaya Watugong masih berada dalam area kawasan Kota Semarang Jawa Tengah sangat mudah dijangkau dan tepat dipinggir jalan raya sehingga menjadikan Vihara ini sebagai objek wisata religi antar lintas agama.

Berlokasi di Semarang Tengah tepatnya di sekitar Markas Kodam IV Diponegoro Watugong, atau lebih tepatnya di jalan Perintis Kemerdekaan Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Dari tampak depan gerbang kita akan melihat bangunan besar dengan ketinggin 45 meter dengan arsitektur berbau pecinan berbentuk Pagoda Avalokitesvara.

Objek wisata yang mencolok dan menjadi ikon adalah Pagoda Avalokistesvaanya (Metta Karuna artinya kasih sayang) karena memiliki ketinggian 45 m, berbentuk segi delapan dengan ukuran 15×15 meter dan di bangun menjadi tujuh tingkat dengan kontruksi bangunan terbuat dari beton kuat.

Vihara Buddhagaya Watugong semarang merupakan sebuah tempat persembahyangan berdiri di atas lahan seluas 2,25 hektare. Diperkirakan Vihara yang berada di Watugong ini merupakan wihara pertama dalam penyebaran agama Budha di Pulau Jawa, setelah kejatuhan Kerajaan Majapahit. Dan ajaran Budha di Watugong dibawa biksu asal Srilangka, Narada.

Komplek vihara yang di tata rapi dan bersih serta di padukan dengan keasrian lingkungannya serta di padukan dengan keindahan arsitektur Tiongkok dimana latar belakang pada arca di tiap pagoda mempunyai warna merah membuat kita menjadi terkesima dan nyaman untuk berjalan-jalan menikmati wisata bernuansa Tiongkok. Pagoda Avalokistesvara ini pun telah masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pagoda tertinggi di indonesia.

Ketika kita memasuki area Pagoda Avalokitesvara di lantai dasar kita akan di sambut oleh patung Budha yang berada di bawah pohon yang sangat rindang sekali. Pohon itu bernama Pohon Bodhi (Hisbiscus Reliciosa)  yang dibawa dan di tanam oleh Narada Mahathera pada tahun 1955.

Setelah itu kita akan di sambut oleh dua gazebo besar tampak mengapit di samping kanankirinya yang digunakan sebagai tempat tambur dan lonceng, yang menjadi salah satu adat kelengkapan pagoda.Dari lantai 2 sampai dengan lantai 6 terdapat patung Dewi Kwan Im ( Dewi Welas Asih ) yang menghadap ke 4 penjuru mata angin dan pada tingkat ketujuh terdapat patung Amitaba, yakni guru besar para dewa dan manusia.

Didalam Pagoda ini juga dibangun patung Bodhisattva Avalokiteswara yang berdiri kokoh menghiasi interior bangunan agoda. Biasanya tempat ini di jadikan oleh Umat Budha melakukan ritual Tjiam Shi yaitu sebuah ritual untuk mengetahui nasib manusia.

Selain bangunan pagoda, Vihara Dhammasala mempunyai bangunan berlantai 2 dibangun sejak tahun 1955, didalamnya terdapat Ruangan besar dengan patung Buddha yang digunakan untuk memaparkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Dharma. Satu lagi yang menarik disini adanya patung budha tidur disebelah pohon Sala, yang konon Sang Buddha dilahirkan di bawah pohon Sala, dan begitu pun saat meninggalnya, Buddha menghembuskan nafas terakhir di antara dua pohon Sala.

Setelah kita melihat-lihat keindahan dari Pagoda Avalokistesvara, selanjutnya kita bisa melihat asal-usul daerah ini di beri nama Watugong. Dalam bahasa Jawa wati adalah batu, dan gong merupakan alat musik daerah jawa. Di dalam area ini, terutama di depan pintu depan kita melihat sebuah pintu besar yang di depannya ada hiasan batu besar yang berbentuk seperti gong. Batu tersubut merupakan batu alam asli yang kemudian di namakan Watugong, sehingga pada ahirnya daerah yang menjadi destinasi objek wisata semarang ini di beri nama Watugong.

Vihara Buddhagaya Watugong mempunyai sejarah panjang hingga perkembangan yang besar pada saat ini. Kurang lebih 500 tahun sesudah keruntuhan Kerajaan Majapahit, muncul lah berbagai kegiatan dan peristiwa yang menyadarkan berbagai kalangan penduduk akan warisan luhur nenek moyang yaitu Buddha Dhamma agar dapat kembali dipraktekkan oleh para pemeluknya. Usaha yang semula banyak digagas di zaman Hindia-Belanda. Akhirnya harapan akan adanya orang yang mampu untuk mengajarkanBuddha Dhamma pada para umat dapat terwujud dengan kehadiran Bhikkhu Narada Maha Thera dari Srilanka pada tahun 1934. Gayung pun bersambut, kehadiranDhammadutta tersebut dimanfaatkan oleh umat dan simpatisan untuk mengembangkan diskusi dan memohon penjabaran Dhamma secara lebih luas lagi. Puncaknya muncul putra pertama Indonesia yang mengabdikan diri secara penuh pada penyebaran Buddha Dhamma, yakni pemuda Bogor bernama The Boan An yang kemudian menjadi BhikkhuAshin Jinarakkhita.

Pada tahun 1955 Bhikkhu Ashin Jinarakkhita memimpin perayaan Waisak 2549 di Candi Borobudur, pada saat itu juga ada seorang hartawan yang menjadi tuan tanah dariSemarang yang bernama Goei Thwan Ling dengan latar belakang agama Buddha yang terkesan pada kepiawan dan kepribadian dari Bhikku Ashin Jinarakkhita, maka Goei Thwan Ling menghibahkan dan mempersembahkan sebagian tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat dan pengembangan Buddha Dhamma. Tempat itulah yang kemudian diberi nama Vihara Buddhagaya. Pada 19 Oktober 1955 didirikan Yayasan Buddhagaya untuk menaungi aktivitas vihara. Dari vihara inilah kemudian satu episode baru pengembangan Buddha Dhamma berlanjut.

Mulai tahun 1955, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita sang pelopor kebangkitan Buddha Dhamma di nusantara menetap di Vihara Buddhagaya Semarang. Banyak sejarah besar yang beliau torehkan bersama Vihara Buddhagaya, seperti Upasika Indonesia saat perayaan Asidha pada bulan Juli 1955, menggagas perayaan Buddha Jayanti yang diperingati oleh umat Buddha di seluruh dunia tahun 1956, penanaman pohon Bodhi pada tanggal 24 Mei 1956 dan pendirian Sima Internasional pertama di KASAP (belakang Makodam IV/Diponegoro) untuk penahbisan Bhikkhu.

Kemudian beberapa saat selama kurang lebih delapan tahun vihara ini sempat terlantar, namun sekarang bangkit kembali di bawah binaan Sangha Theravada. Maka pada bulan Februari 2001 dilakukan revitalisasi dan renovasi pada vihara ini yang dimulai terlebih dahulu dengan pembangunan Gedung Dhammasala yang diresmikan pada tanggal 3 November 2002 oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu H.Mardiyanto. Selanjutnya dibangun pula bangunan yang lain yaitu Pagoda Avalokitesvara pada bulan November 2004 dan diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005 oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu H.Mardiyanto. 

Sumber:

http://www.paketwisatajawa.com/vihara-buddhagaya-watugong-semarang/
https://id.wikipedia.org/wiki/Vihara_Buddhagaya_Watugong