Candi Dieng

Candi Dieng merupakan kumpulan candi-candi Siwa yang didirikan di dataran tinggi Dieng terletak sekitar 2 Km dari kawah Sikidang. Menurut peta geografis saat ini termasuk daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Berada pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata antara 13 -17 derajat Celcius. Candi-candi yang ada di dataran tinggi Dieng antara lain Candi Gatutkaca, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembrada.

Situs candi candi dieng ini terhampar pada kawasan dataran tinggi Dieng seluas 1,44 Km persegi. Penamaan candi-candi Dieng didasarkan pada nama-nama lakon di dalam pewayangan yang diambil dari Kitab Mahabarata, di antara candi-candi tersebut adalah, Situs Candi candi Arjuna, Situs Candi candi Gatutkaca, Situs Candi candi Dwarawati dan Situs Candi Bima.

Candi Bima terletak di atas sebuah bukit yang terpisah dari candi-candi lainnya, sedangkan situs candi-candi Arjuna, Gatutkaca dan Dwarawati terletak saling berdekatan.

Gambaran dari situs sejarah di dataran tinggi dieng ini adalah sebagai berikut:

Candi-candi Arjuna

Bangunan candi-candi Arjuna memiliki kesamaan fisik dengan bangunan candi yang berada di kompleks Candi Gedong Songo. Candi-candi di kompleks ini merupakan situs bangunan candi yang masih utuh dibanding candi-candi laindi kawasan candi Dieng. Lokasinya berada di bagian tengah pada kawasan situs Candi Dieng.

Candi candi ini berdiri berjajar dari arah selatan sampai utara, dimulai dari Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Sembrada, dan paling utara Candi Puntadewa. Keempat bangunan candi tersebut menghadap ke arah barat. Di dalam kompleks candi Arjuna ini, masih ada satu bangunan candi lain yang menghadap ke timur, yaitu Candi Semar. Posisi bangunan candi Semar berada tepat di depan Candi Arjuna.

Candi-candi Gatutkaca

Pada gugusan candi ini terdapat 5 buah bangunan candi, namun hanya sebuah candi yang masih berdiri dan dapat dinikmati keindahannya. Candi yang masih utuh tersebut adalah Candi Gatutkaca. Keempat bangunan candi lainnya hanya menyisakan reruntuhannya saja, seperti Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Sadewa dan Candi Petruk dan Gareng.

Bangunan Candi Gatutkaca berdenah bujur sangkar dan berdiri di atas batur setinggi 1 meter yang terdiri dari dua susun batur. Memiliki pintu masuk pada sisi bbarat candi, pintu masuk tersebut memiliki bilik penampil. Untuk menuju pintu masuk terdapat tangga masuk.

Pada keempat sisi-sisinya memiliki relung-relung tempat arca, namun kosong.

Bangunan Candi Gatutkaca memiliki bentuk atap yang sama dengan tubuh candi, sehingga terkesan seperti bangunan tingkat, namun sayang puncak atapnya sudah rusak. Berjarak 0,5 meter dari bagian luar kaki candi ada susunan batu yang mengelilingi kaki candi seperti sebuah pagar. Di halaman situs candi Gatutkaca ada seonggok reruntuhan batu candi yang belum direkonstruksi.

Candi-candi Dwarawati

Di dalam kelompok candi ini hanya terdapat bangunan candi yang kondisi fisiknya bisa dibilang paling utuh dan ketiga bangunan lainnya sudah tidak bisa dilihat lagi bagaimana bentuk bangunannya. Ketiga bangunan candi yang sudah tidak berbentuk lagi yaitu Candi Margasari, Candi Pandu, dan Candi Abiyasa.

Sedangkan, bangunan candi yang masih utuh adalah Candi Dwarawati. Bentuk bangunan candi ini mirip dengan bentuk Candi Gatutkaca dengan dasar denah berbentuk persegi yang masing-masing sisinya memiliki penampil. Berdiri di atas sebuah batur dengan tinggi 0.5 meter.

Pada dinding sisi barat terdapat sebuah pintu masuk candi yang dilengkapi dengan sebuah tangga. Namun, pintu dan tangga pada bangunan candi ini tidak memiliki hiasan hasil pahatan dan terkesan polos. Pada dinding-dinding sisi utara, timur dan selatan, terdapat bilik penampil serupa relung-relung yang biasanya berisi arca.

Relung-relung tempat arca pada candi ini kosong tidak terdapat arca didalamnya. Pada ambang atas relung-relung ini bentuknya melengkung dan puncaknya runcing. Memiliki bentuk atap candi yang sama dengan bentuk tubuhnya, sehingga terkesan seperti sebuah candi bertingkat dua. Di bagian depan candi terdapat sebuah halaman. Pada halaman tersebut ditemukan sebuah situs batu bersusun yang membentuk seperti sebuah bentuk dari lingga dan yoni.

Candi Bima

Bangunan candi ini merupakan yang terbesar pada gugusan Candi Dieng dan lokasinya terpisah di antara candi-candi lainnya, tepatnya di atas sebuah bukit. Candi ini terkesan berdenah dasar segi delapan, karena terdapat penampil yang menonjol keluar pada tiap-tiap sisinya.

Sebenarnya candi ini berdenah dasar persegi atau segi empat, sama seperti candi-candi lain di Kompleks Candi Dieng. Penampil sisi candi bagian depan memiliki fungsi sebagai bilik penampil penghubung ruangan dalam candi, bentuknya menjorok keluar sejauh 1,5 meter. dan penampil lain pada ketiga sisinya berbentuk seperti relung tempat arca-arca.

Namun, sayang arca-arca tersebut sudah tidak ada lagi, sehingga relung-relung pada ketiga sisi Candi Bima pun menjadi kosong. Candi ini memiliki atap yang bertingkat lima, setiap tingkatnya akan mengikuti lekuk-lekuk tubuh candi. Bentuk atap ini akan semakin mengecil ke atas, namun seperti candi lainnya puncak atap candi ini pun sudah hancur.

Pada tiap-tiap tingkat atap candi terdapat hiasan relung kudu dan pelipit padma ganda.

Kudu sendiri adalah arca yang bentuknya hanya setengah badan dan nampak seperti sedang menjenguk keluar. Relung kudu juga terdapat di situs Candi Kalasan.

Sejarah Candi Dieng

Menurut keterangan sejarahnya, Candi Dieng ini dibangun oleh Wangsa Sanjaya pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Diperkirakan gugusan candi candi dieng merupakan candi yang tertua di pulau Jawa dan menjadi tempat ziarah bagi raja-raja di Jawa tengah.

Di kawasan dataran tinggi Dieng ini pernah ditemukan prasasti tertua yang berangka tahun 808 Masehi dan masih ada sampai sekarang. Prasasti tersebut ditulis dengan huruf Jawa Kuno. Pada kompleks situs candi ini juga ditemukan sebuah arca Siwa yang saat ini disimpan di dalam Museum Nasional, Jakarta. Menurut perkiraan para ahli purbakala, Candi Dieng ini dibangun dalam dua tahap pembangunan.

Pembangunan tahap pertama, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, dan Candi Gatutkaca yang berlangsung kurang lebih pada akhir abad ke-7 hingga seperempat pertama abad ke-8 Masehi. Tahap kedua yang berlangsung sampai tahun 780 Masehi merupakan kelanjutan dari pembangunan tahap pertama.

Kompleks Candi Dieng ditemukan kembali pertama kali oleh seorang tentara Inggris yang sedang melakukan wisata di dataran tinggi dieng pada tahun 1814. Tentara Inggris tersebut melihat beberapa candi yang kondisinya terendam di dalam telaga yang penuh dengan air. Kemudian, dilakukan upaya pembersihan telaga dengan mengeringan telaga di mana candi candi tersebut tergenang yang dipimpin oleh Van Kinsbegen sekitar tahun 1856.

Upaya pembersihan telaga yang belum tuntas, kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1864. Dan dilanjutkan oleh Van Kinsbergen dalam upaya pencatatan dan pengambilan gambar candi candi dieng tersebut.

Sumber :