Candi Arjuna

Candi Arjuna, Peninggalan peradaban agama Hindu dimasa Kerajaan Mataram Kuno, didirikan pada abad ke 8-9 M. Secara Geografis Candi Arjuna Terletak di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Saat ini Candi Arjuna Telah menjadi salah satu destinasi Pariwisata di dataran tinggi Dieng Banjarnegara. Candi Arjuna Masuk dalam Kawasan Wisata Kompleks Candi Arjuna yang meliputi, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembadra.

 

Lokasi

Candi Arjuna terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara

 

Sejarah

Candi Arjuna diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi, candi ini dibangun untuk persembahyangan bagi umat Hindu dimasa Mataram Kuno wangsa Sanjaya. Percandian di Dieng merupakan bukti penyebaran agama Hindu tertua di jawa. 

Candi ini ditemukan kembali pada tahun 1807 M oleh tentara inggris yang sedang melakukan perjalanan mengeksplorasi kawasan pengunungan kedu dan sampai di dataran tinggi Dieng. Saat pertama kali ditemukan kembali kawasan Candi Arjuna dalam kondisi terendam air dari luapan telaga Balekambang ,pada tahun 1804 oleh tentara inggris yang sedang menjelajah dieng. Cornelius seorang Korps Insinyur yang ditugaskan oleh Raflles untuk memeriksa sisa-sisa arsitektur di kawasan Dieng yang belum pernah dikunjungi oleh wisatawan sebelumnya, dalam catatan resminya menuliskan tentang 40 Kelompok Percandian dalam waktu 3 minggu penelitianya di Dieng.

Penemuan percandian dieng ini kemudian diteruskan oleh Y Van Kinsbergen dengan upaya pengeringan pada tahun 1957 dan dilanjutkan dengan pendataan serta pengambilan gambar kawasan Dieng pada tahun 1864 M. 

Saat ini  Percandian di dieng dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah, yang juga bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara.

 

Arsitektur Candi 

Candi Arjuna berdenah bujur sangkar berukuran 6×6 m. Candi ini menghadap  kearah barat. Candi ini termasuk dalam Kompleks Candi Arjuna, dimana di dalam kompleks candi ini ada 5 candi, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra

Candi didirikan di atas fondasi berupa tanah lembut semacam gambut.  Fondasi disini maksudnya pemadatan tanah di bawah candi, untuk memperkuat tanah sebelum didirikan candi.

Seperti lazimnya Candi-candi Klasik Tua, kaki candi dihias dengan perbingkaian, demikian pula bagian bawah tubuh candi.  Namun Candi Arjuna dan Candi-candi Dieng lainnya tidak memiliki bingkai bulat (kumuda), hanya bingkai rata dan bingkai padma (sisi genta).  Dinding tubuh Candi Arjuna dihias oleh 3 relung pada 3 sisinya yang sekarang telah kosong tidak ada arcanya.  Bagian atas relung masing-masing relung dihias dengan ragam hias kepala kala tanpa dagu, dan dihubungkan dengan sepasang makara oleh bingkai relung.  Pintu candi di sebelah barat, dengan hiasan ragam hias kepala kala pula, dan dihubungkan oleh bingkai pintu dan pipi tangga ke sepasang makara yang di hias oleh burung kakaktua di mulutnya yang menganga.

Pintu masuk candi serta relug-relugnya dihiasi oleh Kala MakaraBangunan candi terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, kaki candi (Bhurloka), bagian tubuh candi (Bhurwaloka), dan bagian atap candi (Swarloka).  

Pada tubuh candi tercapat 5 relug. Dua relug terdapat di bagian barat (di kanan dan kiri pintu masuk candi). Serta masing masing satu pada bagian, selatan, utara, dan timur. Dibawah relug terdapat lapik arca, ini menunjukan bahwa dulu arca dewa dan dewi terdapat di dalam relug-relug ini, namun sekarang arca-arca ini sudah tidak ada lagi. Di bagian utara candi dibawah relug terdapat sebuah saluran air yang berfungsi mengalirkan air dari cerat yoni, sehingga dahulu masyarakat yang melakukan pemujaan diluar candi (kasta selain brahmana) bias menerima air suci tersebut. Saluran ini disebut Jalamatra. 

 

Atap candi terdiri dari tiga lapis (bhumi), ukurannya makin ke atas makin kecil dan di akhiri oleh puncak yang mungkin berbentuk buah keben (ratna).  Kemungkinan ini di ajukan setelah melihat hiasan pada sudut-sudut lapisan atap berbentuk replika candi.  Kepastian bentuk tidak dapat diajukan, karena atap telah rusak.  Puncak candi bukan stupika (dagoba), karena Candi Arjuna dan Candi Dieng secara keseluruhan bersifat agama Siwa, dan bukan bersifat agama Buddha. Bentuk atap Candi Arjuna mirip dengan atap candi gaya India Selatan (gaya Dravida). 

Pada tahun 1924 seorang arkeolog Belanda pernah meneliti Candi Arjuna, dan menurut pendapatnya, ukuran dan bagian-bagian Candi Arjuna jelas mengikuti aturan Vastusastra.  Ragam hias sangat sederhana, atap candi dipenuhi dengan ragam hias antefiks (simbar), dan hiasan Kala-makara pada pintu candi dan ketiga relung pada badan candi.  Bingkai pintu ini pada bagian bawah dihubungkan dengan pipi tangga yang melengkung pada kiri kanan tangga masuk. Ruangan tengah (garbhagrha) telah kosong, dahulunya mungkin diisi arca Siwa yang mungkin sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.  Yoni lapik arcanya sekarang masih ada di dalam ruangan.

Hal ini juga menunjukan bahwa Candi Arjuna adalah salah satu candi yang paling awal dibangun, karena corak arsitekturnya masih banyak terpengaruh dari daerah asal Umat Hindu yaitu India.

 

Sumber:https://diengbanjarnegara.com/listing/candi-arjuna/?lang=id